”Tunjukkan Sayangmu, Wahai Ayah Ibu...!”
Assalamu’alaikum wr. wb.
Ayah Bunda yang kami sayangi….
Mempunyai anak yang ideal, yaitu anak yang sehat, cerdas, ceria, dan sholeh/sholekhah, merupakan harapan dan cita-cita semua orang tua. Namun demikian, harapan tersebut akan sulit terwujud apabila kita tidak pernah memahami anak kita dan saling bekerjasama antara kedua orang tua, lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat. Sebagai pembuka mari kita ingat pesan Rosululloh :
“Didik dan persiapkanlah anak-anakmu
karena mereka diciptakan
untuk hidup pada masa yang berbeda dengan masamu”
Nabi Muhammad SAW (571-634)
karena mereka diciptakan
untuk hidup pada masa yang berbeda dengan masamu”
Nabi Muhammad SAW (571-634)
Semua orang tua pasti sayang pada anaknya. Namun demikian jika kita tidak mendasarinya dengan ilmu, maka sikap sayang yang kita berikan pada anak-anak kita bisa menjadi persoalan di kemudian hari. Artinya di sini, sebagai orang tua, kita harus selalu belajar, karena dengan belajar, kita dapat mengetahui kebutuhan anak-anak kita di masa mendatang, sehingga kita bisa menyiapkan, dan nantinya anak-anak kita bisa menghadapinya dengan lebih baik.
Untuk menggambarkan bagaimana anak belajar, sebelumnya mari kita renungkan kata-kata berikut:
Setiap Anak Belajar Dari Lingkungan Di Mana Ia Tinggal
“Children Learn What They Live With”
(Dorothy Low Nolte)
Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan
Jika anak banyak dimusuhi, ia akan terbiasa menentang
Jika anak dihantui ketakutan, ia akan terbiasa merasa cemas
Jika anak banyak dikasihani, ia akan terbiasa meratapi nasibnya
Jika anak dikelilingi olok-olok, ia akan terbiasa menjadi pemalu
Jika anak dikitari rasa iri, ia akan terbiasa merasa bersalah
Jika anak serba dimengerti, ia akan terbiasa menjadi penyabar
Jika anak banyak diberi dorongan, ia akan terbiasa percaya diri
Jika anak banyak dipuji, ia akan terbiasa menghargai
Jika anak diterima oleh lingkungannya, ia akan terbiasa menyayangi
Jika anak diperlakukan dengan jujur, dia akan terbiasa melihat kebenaran
Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan terbiasa melihat keadilan
Jika anak dikerumuni keramahan, ia akan terbiasa berpendirian:
“Sungguh Indah Dunia Ini!”
Ayah Bunda yang kami sayangi….
Sebelum melangkah lebih jauh, yang pertama kita pahami adalah potensi kecerdasan anak-anak kita. Karena kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Alloh SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus. Kecerdasan terletak pada otak kita, maka mari kita lihat Pertumbuhan dan Perkembangan Otak manusia.
Pertumbuhan fisik otak
Pada saat manusia berumur 0 – 6 tahun, otak tumbuh mencapai = 90 %
Kemudian pada umur 6 – 12 tahun, bertambah 10 % menjadi sempurna.
Perkembangan kecerdasan kognisi otak
Saat manusia berumur 0 – 4 tahun, kecerdasan sudah mencapai 50 %
Kemudian umur 4 – 8 tahun, bertambah 30% menajadi 80%.
Dan pada umur antara 8 – 18 tahun otak berkembang hanya 20 %.
(sumber : Dr. Osborn. Dr. White, dan DR. Bloom)
Pada perkembangan otak manusia, terbagi pada bagian otak kanan dan otak kirinya. Otak kiri memiliki karakter menyimpan potensi kecerdasan IQ dan otak kanannya menyimpan kecerdasan EQ dan SQ. Agar lebih jelas, bisa kita lihat skema potensi kecerdasan pada otak kanan dan kiri.
Potensi Kecerdasan Manusia
Ayah Bunda yang kami sayangi….
Dalam otak kita, fungsi kecerdasan berada pada bagian Otak Kiri dan Kanan, dan setiap anak memiliki potensi kecerdasan yang bermacam-macam, seperti :
1. Kecerdasan bahasa ->yang dapat berkembang bila dirangsang melalui berbicara, mendengar, membaca, menulis, berdiskusi, dan bercerita
2. Kecerdasan logika-matematika -> yang dapat dirangsang melalui kegiatan menghitung, membedakan bentuk, menganalisis data & bermain dengan benda-benda
3. Kecerdasan visual-spasial -> yaitu kemampuan dalam memahami ruang yang dapat dirangsang melalui bermain balok-balok dan bentuk-bentuk geometri melengkapi puzzle, menggambar, melukis, menonton film maupun bermain dengan daya khayal (imajinasi).
4. Kecerdasan musikal -> yang dapat dirangsang melalui irama, nada, birama, berbagai bunyi & bertepuk tangan
5. Kecerdasan intrapersonal -> kemampuan memahami diri sendiri yang dapat dirangsang melalui pengembangan konsep diri, harga diri, mengenal diri sendiri, percaya diri, kontrol diri dan disiplin
6. Kecerdasan interpersonal -> kemampuan untuk melakukan hubungan antar manusia (berkawan) yang dapat dirangsang melalui bermain bersama teman, bekerjasama, bermain peran, dan memecahkan masalah serta menyelesaikan konflik
7. Kecerdasan naturalis-> yaitu mencintai keindahan alam, yang dapat dirangsang melalui pengamatan lingkungan, bercocok tanam, termasuk mengamati fenomena alam seperti hujan
8. Kecerdasan kinestetik-> yang dapat dirangsang melalui gerakan, tarian, olahraga, & gerakan tubuh
9. Kecerdasan Intuisi ->kecerdasan ingatan yang tidak disadari, yang dapat dilatih melalui berbagai permainan sosial, permainan tanpa alat peraga (dolanan), sehingga perasaan menjadi peka.
10. Kecerdasan spiritual -> yaitu kemampuan mengenal dan mencintai ciptaan Tuhan, yang dirangsang melalui penanaman nilai-nilai moral dan agama.
Secara fitrah pada anak usia dini, otak KANAN berkembang terlebih dahulu, sehingga untuk mereka, pendidikan seharusnya melalui fungsi otak kanan, yaitu dengan cara : MENYANYI, BERMAIN, MENARI, MENGGAMBAR, yang semua itu bagi anak, sangatlah menyenangkan. Sehingga sangat wajar apabila mereka sangat menyukai hal ini.
Otak Kanan kita menyimpan potensi kecerdasan emosional (EQ) dan spiritual (SQ), sedangkan Kecerdasan Intelektual tersimpan paling banyak dalam otak kirinya.
Ayah Bunda yang kami sayangi….
Namun demikian tampaknya masih ada sebagian orangtua yang beranggapan bahwa yang penting bagi anak adalah belajar. Bahkan ada orangtua yang tidak terlalu senang bila anaknya bermain. Seolah bermain adalah sesuatu yang kurang penting dan membuang waktu. Itu pula sebabnya sebagian orangtua beranggapan bahwa orangtua hanya berkewajiban mendidik anak pada saat menemaninya belajar dan menyiapkan pelajaran sekolahnya. Tidaklah perlu menemani anak bermain. Ini juga pendapat yang kurang tepat, karena pada anak usia dini misalnya, bagi mereka bermain adalah belajar, dengan bermain itulah sebenarnya anak belajar. Jadi dampingilah dan berikan permainan yang mendidik.
Janganlah kita mengambil hak dan kebutuhan anak dalam belajar (MENYANYI, BERMAIN, MENARI, BERCERITA dan MENGGAMBAR). Karena dengan membebaninya dengan cara belajar yang tidak sesuai dengan fitrahnya, misalnya dengan cara skolastik (anak duduk, diam, dalam waktu yang lama, dan TIDAK MENYENANGKAN !), HANYA akan membuat anak kita BISA, tetapi TIDAK SUKA, padahal jika anak tidak suka lagi belajar, maka itulah awal kegagalan kehidupannya, karena belajar dapat terhenti ditengah jalan, sebelum ia paham sehingga pelajaran yang diterimanya tidak terbawa dalam perilakunya dikemudian hari. Anak-anak yang demikianlah yang akan menjadikan BEBAN, bagi orang tua dan lingkungannya.
Namun jika pembelajaran pada anak MENYENANGKAN, sesuai dengan tahapan yang tepat, maka akan menjadikannya BISA dan SUKA, walaupun akan membutuhkan kesabaran dan waktu yang lebih lama. Namun demikian dengan modal SUKA belajar itulah, yang nantinya akan membuat anak CERDAS, PAHAM tentang ilmu yang dipelajarinya, kemudian mengamalkan nilai-nilai yang dipahaminya.
Ayah Bunda yang kami sayangi….
Ki Hajar Dewantoro mengatakan :
…keluarga itulah tempat pendidikan yang lebih sempurna sifat dan wujudnya
daripada pusat-pusat lainnya,
untuk melangsungkan pendidikan kearah kecerdasan budi pekerti
(pembentukan watak individuil)
dan sebagai persediaan hidup kemasyarakatan…
Secara fitrah, sebenarnya seorang anak belajar tentang Kecerdasan Spiritual (SQ) dahulu, kemudian Kecerdasan Emosional (EQ), kemudian Kecerdasan Intelektual (IQ). SQ, EQ dan IQ pertama kali diberikan oleh orang tuanya pada lingkungan keluarga, kemudian lingkungan sekitar dan lingkungan sekolah. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa ”Semakin tinggi IQ seseorang, ternyata EQ (Kecerdasan emosinya)nya menjadi rendah” dan ternyata ”Kontribusi IQ dalam kesuksesan di dunia HANYA 20% saja. Sedangkan peran EQ ternyata mencapai 80% untuk meraih kesuksesan.…keluarga itulah tempat pendidikan yang lebih sempurna sifat dan wujudnya
daripada pusat-pusat lainnya,
untuk melangsungkan pendidikan kearah kecerdasan budi pekerti
(pembentukan watak individuil)
dan sebagai persediaan hidup kemasyarakatan…
Sehingga dengan IQ (20%) + EQ (80%) menjadi 100%, Genap sudah......
Namun untuk membuat hidup menjadi bermakna dan bahagia dunia akhirat diperlukan SQ (Kecerdasan Spiritual)
Kapan kita mengajarkannya SQ dan EQ pada anak? Sedini mungkin, bahkan pada saat anak dalam kandungan. Dimana? Keluarga adalah lingkungan pertama. Oleh siapa ? Kedua orang tua adalah pendidik pertama dan utama. Sehingga dalam berbagai pendapat para ahli dikatakan :
Dalam pendidikan SQ, EQ dan IQ, peran orang tua dan lingkungan keluarga mencapai 60%, lingkungan bermain 20% dan lingkungan sekolah 20%. Namun jika peran pendidikan dalam keluarga tidak terpenuhi, maka peran pendidikan akan diambil oleh lingkungan bermainnya, BUKAN lingkungan sekolah.
Pertanyaan kita sekarang adalah : Bagaimanakah lingkungan bermain anak-anak kita? Jika lingkungan kita kurang baik, relakah anak-anak kita dididik oleh lingkungannya sekarang ini?
Jadi, Ayah Bunda yang kami sayangi, betapa beratnya beban anak-anak kita nantinya, jika ia tidak mendapatkan pendidikan yang terbaik dari orang tuanya, yang berupa ASUH, ASIH dan ASAH.
Ayah Bunda yang kami sayangi….
Selamat Belajar, semoga kita semua berhasil mengASAH, ASIH dan ASUH anak-anak-anak kita, Sehingga nantinya menjadi anak yang Sholeh/ah, yang menjadi 'KEKAYAAN' kita dikemudian hari.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Disampaikan oleh : Dedy Andrianto
Pada SEMINAR PARENTING
JSIT Kabupaten Sragen, Ahad 19 Oktober 2008